CERPEN: PENGERTIAN, SEJARAH, CIRI, UNSUR, DAN UKURANNYA

Oleh: Luluk Hidayatul Z.
A. Pengertian Cerita Pendek (Cerpen)
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novel (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.

B. Sejarah
Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan yang menghasilkan kisah-kisah terkenal seperti Iliad dan Odyssey karya Homer. Kisah-kisah tersebut disampaikan dalam bentuk puisi yang berirama, dengan irama yang berfungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Bagian-bagian singkat dari kisah-kisah ini dipusatkan pada naratif-naratif individu yang dapat disampaikan pada satu kesempatan pendek. Keseluruhan kisahnya baru terlihat apabila keseluruhan bagian cerita tersebut telah disampaikan.

Fabel, yang umumnya berupa cerita rakyat dengan pesan-pesan moral di dalamnya, konon dianggap oleh sejarahwan Yunani Herodotus sebagai hasil temuan seorang budak Yunani yang bernama Aesop pada abad ke-6 SM (meskipun ada kisah-kisah lain yang berasal dari bangsa-bangsa lain yang dianggap berasal dari Aesop). Fabel-fabel kuno ini kini dikenal sebagai Fabel Aesop. Akan tetapi ada pula yang memberikan definisi lain terkait istilah Fabel. Fabel, dalam khazanah sastra Indonesia seringkali, diartikan sebagai cerita tentang binatang sebagai pemeran (tokoh) utama. Cerita fabel yang populer misalnya Kisah Si Kancil, dan sebagainya.

Selanjutnya, jenis cerita berkembang meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog. Mite atau mitos lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya Nyi Roro Kidul. Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul terjadinya suatu tempat, contohnya asal mula nama Banyuwangi.

Bentuk kuno lainnya dari cerita pendek, yakni anekdot, populer pada masa Kekaisaran Romawi. Anekdot berfungsi seperti perumpamaan, sebuah cerita realistis yang singkat, yang mencakup satu pesan atau tujuan. Banyak dari anekdot Romawi yang bertahan belakangan dikumpulkan dalam Gesta Romanorum pada abad ke-13 atau 14. Anekdot tetap populer di Eropa hingga abad ke-18, ketika surat-surat anekdot berisi fiksi karya Sir Roger de Coverley diterbitkan.

Di Eropa, tradisi bercerita lisan mulai berkembang menjadi cerita-cerita tertulis pada awal abad ke-14, terutama sekali dengan terbitnya karya Geoffrey Chaucer Canterbury Tales dan karya Giovanni Boccaccio Decameron. Kedua buku ini disusun dari cerita-cerita pendek yang terpisah (yang merentang dari anekdot lucu ke fiksi sastra yang dikarang dengan baik), yang ditempatkan di dalam cerita naratif yang lebih besar (sebuah cerita kerangka), meskipun perangkat cerita kerangka tidak diadopsi oleh semua penulis. Pada akhir abad ke-16, sebagian dari cerita-cerita pendek yang paling populer di Eropa adalah "novella" kelam yang tragis karya Matteo Bandello (khususnya dalam terjemahan Perancisnya). Pada masa Renaisan, istilah novella digunakan untuk merujuk pada cerita-cerita pendek.

Pada pertengahan abad ke-17 di Perancis terjadi perkembangan novel pendek yang diperhalus, "nouvelle", oleh pengarang-pengarang seperti Madame de Lafayette. Pada 1690-an, dongeng-dongeng tradisional mulai diterbitkan (salah satu dari kumpulan yang paling terkenal adalah karya Charles Perrault). Munculnya terjemahan modern pertama Seribu Satu Malam karya Antoine Galland (dari 1704; terjemahan lainnya muncul pada 1710–12) menimbulkan pengaruh yang hebat terhadap cerita-cerita pendek Eropa karya Voltaire, Diderot dan lain-lainnya pada abad ke-18.

C. Ciri-ciri Cerpen
Cerita pendek cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas, mencakup jangka waktu yang singkat.

Dalam bentuk-bentuk fiksi yang lebih panjang, ceritanya cenderung memuat unsur-unsur inti tertentu dari struktur dramatis: eksposisi (pengantar setting, situasi dan tokoh utamanya); komplikasi (peristiwa di dalam cerita yang memperkenalkan konflik); aksi yang meningkat, krisis (saat yang menentukan bagi si tokoh utama dan komitmen mereka terhadap suatu langkah); klimaks (titik minat tertinggi dalam pengertian konflik dan titik cerita yang mengandung aksi terbanyak atau terpenting); penyelesaian (bagian cerita di mana konflik dipecahkan); dan moralnya.

Karena pendek, cerita-cerita pendek dapat memuat pola ini atau mungkin pula tidak. Sebagai contoh, cerita-cerita pendek modern hanya sesekali mengandung eksposisi. Yang lebih umum adalah awal yang mendadak, dengan cerita yang dimulai di tengah aksi. Seperti dalam cerita-cerita yang lebih panjang, plot dari cerita pendek juga mengandung klimaks, atau titik balik. Namun demikian, akhir dari banyak cerita pendek biasanya mendadak dan terbuka dan dapat mengandung (atau dapat pula tidak) pesan moral atau pelajaran praktis. Seperti banyak bentuk seni manapun, ciri khas dari sebuah cerita pendek berbeda-beda menurut pengarangnya. 

Berikut ini adalah rincian ciri-ciri cerita pendek.
1) Bersifat fiktif
2) Panjang cerpen kurang dari 10.000 kata
3) Habis dibaca dalam sekali duduk 
4) Memiliki kesan tunggal (aspek kehidupan)
5) Bersifat padu,padat dan intensif
6) Terdapat konflik tetapi tidak sampai menimbulkan perubahan nasib pelaku utama
7) Hanya terdapat satu alur saja
8) Perwatakan/penokohan dilukiskan secara singkat

D. Unsur Pembangun Cerita Pendek
Unsur-unsur pembangun cerpen terdiri dari tujuh unsur, yaitu alur, tokoh, penokohan, latar, sudut pandang, tema, dan amanat.

1. Alur 
Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk sebuah cerita.
Bagian-bagian alur:

a) Tahap penyituasian atau pengantar/pengenalan
Tahap pembukaan cerita atau pemberian informasi awal, terutama berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.

b) Tahap pemunculan konflik
Tahap awal munculnya konflik. Konflik dapat berkembang pada tahap berikutnya. Peristiwa-peristiwa yang menjadi inti cerita semakin mencengangkan dan menegangkan.

c) Tahap klimaks
Konflik-konflik yang terjadi atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak yang biasanya di alami oleh tokoh-tokoh utama.

d) Tahap peleraian
Penyelesaian pada klimaks, ketegangan dikendurkan, konflik-konflik tambahan di beri jalan keluar, kemudian cerita di akhiri, disesuaikan dengan tahap akhir di atas.

e) Tahap penyelesaian
Konflik sudah diatasi/diselesaikan oleh tokoh. Cerita dapat diakhiri dengan gembira atau sedih.

2. Tokoh 
Tokoh adalah pelaku pada sebuah cerita. Tiap-tiap tokoh biasanya memiliki watak, sikap, sifat dan kondisi fisik yang disebut dengan perwatakan/karakter. Dalam cerita terdapat tokoh protagonis (tokoh utama), antagonis (lawan tokoh protagonis) dan tokoh figuran/tokoh pendukung cerita.

3. Penokohan (Perwatakan/Karakterisasi)
Pemberian sifat pada pelaku-pelaku cerita. Sifat yang diberikan akan tercermin pada pikiran, ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu.

Terdapat dua metode yang digunakan untuk menggambarkan penokohan:
a) Metode analitik
Metode penokohan yang memaparkan atau menyebutkan sifat tokoh secara langsung, misal, pemarah, penakut, sombong, pemalu, keras kepala.

b) Metode dramatik
Metode penokohan yang tidak langsung memaparkan atau menggambarkan sifat tokoh melalui:
a) Penggambaran fisik (berpakaian, postur tubuh, bentuk rambut, warna kulit),
b) Penggambaran melalui cakapan yang dilakukan tokoh lain, dan
c) Teknik reaksi tokoh lain yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar.

4. Latar
Latar merupakan keterangan yang menyebutkan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa pada sebuah karya sastra. 

Jenis-jenis latar adalah sebagai berikut.
a) Latar waktu adalah keterangan tentang kapan peristiwa itu terjadi. Misal, pagi, siang, sore, malam. 
b) Latar tempat adalah keterangan tempat peristiwa itu terjadi. Misal di rumah, di sekolah.
c) Latar suasana adalah suasana menggambarkan peristiwa yang terjadi. Misal, gembira, sedih romantis.

5. Sudut Pandang
Posisi pengarang pada sebuah cerita terdiri dari:
a) Sudut pandang orang pertama
Menggunakan kata ganti “aku” sebagai pelaku utamanya.
b) Sudut pandang orang kedua
Menggunakan kata ganti “kamu” sebagai pelaku utamanya.
c) Sudut pandang orang ke tiga
Menggunakan kata ganti “ia, dia, mereka” sebagai pelaku utamanya.
d) Sudut pandang campuran
Menggunakan kata ganti “aku” dan “kamu” sebagai pelaku utamanya.

6. Tema 
Tema merupakan pokok pembicaraan yang mendasari cerita. Tema bersifat menjiwai keseluruhan cerita dan mempunyai generalisasi yang umum, oleh karena itu, untuk menemukan tema sebuah karya fiksi harus disimpulkan dari seluruh cerita, tak hanya bagian-bagian tertentu dari cerita. Tema sebagai salah satu unsur karya fiksi sangat berkaitan erat dengan unsur-unsur yang lainnya.

7. Amanat
Pesan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya kepada pembaca/pendengar. Pesan bisa berupa harapan, nasehat, kritik dan sebagainya. 

E. Ukuran Cerita Pendek
Menetapkan apa yang memisahkan cerita pendek dari format fiksi lainnya yang lebih panjang adalah sesuatu yang problematik. Sebuah definisi klasik dari cerita pendek ialah bahwa ia harus dapat dibaca dalam waktu sekali duduk (hal ini terutama sekali diajukan dalam esai Edgar Allan Poe "The Philosophy of Composition" pada 1846). Definisi-definisi lainnya menyebutkan batas panjang fiksi dari jumlah kata-katanya, yaitu 7.500 kata. Dalam penggunaan kontemporer, istilah cerita pendek umumnya merujuk kepada karya fiksi yang panjangnya tidak lebih dari 20.000 kata dan tidak kurang dari 1.000 kata.

Cerita yang pendeknya kurang dari 1.000 kata tergolong pada genre fiksi kilat (flash fiction). Fiksi yang melampuai batas maksimum parameter cerita pendek digolongkan ke dalam novelette, novella, atau novel.

Referensi:
Kosasih, E. 2009. Bank Soal Bahasa Indonesia. Bandung: Y. Ramawidia.
Surana. 2001. Pengantar Sastra Indonesia. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Sumardjo, Djakob dan Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia: Pustaka Utama

Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan tulis di kolom komentar.

Posting Komentar untuk "CERPEN: PENGERTIAN, SEJARAH, CIRI, UNSUR, DAN UKURANNYA "