DRAMA: PENGERTIAN, SEJARAH, UNSUR, STRUKTUR, JENIS, DAN KELENGKAPANNYA

A. Pengertian Drama
Kata drama berasal dari bahasa Yunani yaitu draomai yang berarti berbuat, berlaku, bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan. Arti pertama dari drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action (segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (acting), dan ketegangan pada para pendengar. Menurut Moulton, drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak (life presented in action). Menurut Ferdinand Brunetierre, drama haruslah melahirkan kehendak dengan action. Menurut Balthazar Vallhagen, drama adalah kesenian melukiskan sifat dan sifat manusia dengan gerak. Drama dapat juga diartikan sebagai cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience). 

Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia tapi tidak bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah drama sering diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk di dalamnya tragedi dan lakon absurd. 

Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga dipandang sebagai pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya. Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau teks utama; petunjuk pementasannya disebut nebentext atau teks sampingan. 

Drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakukan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama tidak jauh berbeda dengan lakuan serta dialog yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melihat drama, penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian di masyarakat. Hal ini karena drama merupakan potret kehidupan manusia yang suka dan duka, konflik, dan aneka kehidupan lainnya yang memang penuh warna. 

B. Sejarah Drama
Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno. Namun demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the Theatre menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang bertanggal 4000SM adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu saja para pakar masih meragukan apakah teks itu drama atau bukan sebelum Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada petunjuk action dan indikasi berbagai tokohnya. 

Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara religius primitif yang dipentaskan untuk minta pertolongan dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk super alami atau binatang; dan kadang-kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama. 

Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum pahlawan itu. Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak dipakai lagi. Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makin lama makin kurang penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara diatas panggung. 

Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia untuk bercerita. Kisah-kisah yang diceritakan di sekeliling api perkemahan menciptakan kembali kisah-kisah perburuan atau peperangan, atau perbuatan gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teori itu merupakan cikal-bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah intisari dari seni pertunjukan. 

C. Unsur-unsur Drama
Unsur-unsur drama meliputi tokoh-penokohan, dialog, alur, dan latar. 

1. Tokoh-Penokohan
Tokoh adalah orang-orang yang berperan dalam sebuah drama. Berdasarkan perannya terhadap jalan cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi tiga. 

a) Tokoh Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh protagonis utama yang dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai pendukung cerita. 

b) Tokoh Antagonis, yaitu tokoh penentang cerita. Biasanya terdapat seorang tokoh utama yang menentang cerita dan beberapa figur pembantu yang ikut menentang cerita. 

c) Tokoh Tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun tokoh antagonis. 

2. Dialog
Dua tuntutan yang harus dipenuhi dalam percakapan atau dialog, yaitu: 

a) Dialog harus turut menunjang gerak laku tokohnya. Dialog harus dipergunakan untuk mencerminkan sesuatu yang telah terjadi sebelum cerita itu dimainkan, sesuatu yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita masa itu berlangsung; dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas. 

b) Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog disampaikan secara wajar dan alamiah. 

3. Alur
Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab-akibat. Seorang dramawan menyusun plot untuk mencapai beberapa tujuan, yang terpenting di antaranya adalah untuk mengungkapkan buah pikiran. Selain itu plot juga memiliki fungsi menangkap,membimbing, dan mengarahkan perhatian pembaca atau penonton. Meskipun pesan yang akan disampaikan dalam sebuah drama adalah pesan yang berharga, kalau penonton tidak merasa tertarik kepada karya yang dicipta, maka buah pikiran atau pesan yang ingin disampaikan tidak akan sampai sasaran. Tugas menarik pembaca atau penonton diemban plot dengan mempergunakan unsur-unsurnya. 

a) Jenis Alur 
1) Alur Maju 
Tahapan alur maju meliputi: pengenalan masalah, pertikaian, puncak masalah (klimaks), anti klimaks, penyelesaian masalah, cerita selesai. 

2) Alur mundur/flashback/regresif 
Pada alur mundur cerita dimulai dari masa lalu, cerita masa sekarang, kemudian cerita masa yang akan datang. 

3) Alur campuran 
Alur campuran merupakan alur yang dimulai dari awal/masa sekarang, masa lalu, kembali ke masa sekarang, kemudian masa depan. 

Dalam tiap skenario terdapat bagian awal, bagian tengah atau disebut juga bagian “yang ruwet”, dan bagian akhir.
 
1) Bagian awal 
Sebelum masalah pokok diletakkan oleh pengarang sebagai dasar penggarapan, pada menit-menit permulaan pengarang memberikan berbagai informasi penting. Bersama dengan itu ia pun berupaya agar penonton terpikat. Pada bagian awal ini terungkap jawaban dari pertanyaan sekitar dimana peristiwa terjadi, kapan terjadi, siapakah pelaku-pelakunya, bagaimana peristiwa itu terjadi. Hal tersebut disebut dengan eksposisi (exposition), yang berfungsi sebagai pengantar. Selesai eksposisi baru tampil initial incident, yaitu peristiwa penggerak yang akan menuju klimaks dengan melewati berbagai penanjakkan action

2) Bagian tengah 
Dibagian ini disusun kejadian-kejadian yang bersangkut paut dengan masalah pokok yang telah disodorkan kepada penonton dan membutuhkan jawaban. Perubahan perlu dilakukan jika plot memang menuntut demikian. 

3) Bagian akhir 
Pada bagian inilah seluruh pertanyaan satu demi satu terjawab. Di sini tercapai klimaks terbesar. Jika pada bagian-bagian sebelumnya terjadi klimaks juga, hendaknya bagian akhir merupakan klimaks terbesar, setelah melewati berbagai krisis. Karya sastra yang lengkap mengandung cerita, pada umumnya mengandung delapan bagian alur. Bagian-bagian tersebut adalah: 

(1) Eksposisi 
Eksposisi sering disebut sebagai paparan. Eksposisi adalah bagian karya sastra drama yang berisi keterangan mengenai tokoh serta latar. Biasanya eksposisi terletak pada bagian awal. Dalam tahapan ini pengarang memperkenalkan para tokoh dan memberikan gambaran peristiwa yang akan terjadi. 

(2) Rangsangan 
Rangsangan adalah tahapan alur ketika muncul kekuatan, kehendak, kemauan, sikap, atau pandangan yang saling bertentangan. 

(3) Konflik atau tikaian
Bagian ini merupakan tahapan ketika suasana emosional memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan. Konflik dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: manusia dengan alam, manusia dengan sesama, manusia dengan dirinya sendiri (batin), dan manusia dengan penciptanya. 

(4) Rumitan atau komplikasi 
Komplikasi merupakan tahapan ketika suasana semakin panas karena konflik semakin mendekati puncaknya. Gambaran nasib tokoh semakin jelas meskipun belum sepenuhnya terlukiskan. 

(5) Klimaks 
Klimaks adalah titik puncak cerita. Bagian ini merupakan tahapan ketika pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalnya. Peristiwa dalam tahap ini merupakan pengubah nasib tokoh. Ini merupakan puncak rumitan dan puncak ketegangan penonton. 

(6) Krisis atau titik balik 
Bagian ini adalah bagian alur yang mengawali leraian. Tahap ini ditandai oleh perubahan alur cerita menuju kesudahannya. 

(7) Leraian 
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah tercapainya klimaks, merupakan peristiwa yang menunjukkan perkembangan lakuan kearah selesaian. Dalam tahap ini kadar pertentangan mereda. 

(8) Penyelesaian 
Ini merupakan bagian akhir alur drama. Dalam tahap ini biasanya rahasia atau kesalahpahaman yang bertalian dengan alur cerita terjelaskan. Kesimpulan terpecahkannya masalah dihadirkan dalam tahap ini. 

4. Tema
Tema merupakan dasar cerita yang paling penting dari seluruh cerita. Tanpa tema, sebuah cerita rekaan tidak ada artinya sama sekali. Selain itu, tema juga merupakan tujuan cerita, atau ide pokok di dalam suatu cerita yang merupakan patokan untuk membangun suatu cerita. Dengan kata lain, tema adalah suatu unsur yang memandu seorang pengarang sebagai ide utama atau pemikiran pokok, kemana sebuah cerita akan diarahkan. 

Robert Stanton menempatkan tema sebagai sebuah arti pusat dalam cerita, yang disebut juga sebagai ide pusat dan Stanton juga menyatakan bahwa tema cerita berhubungan dengan makna pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, tema menjadi salah satu unsur dan aspek cerita rekaan yang memberikan kekuatan dan sekaligus sebagai unsur pemersatu kepada sebuah fakta dan alat-alat penceritaan, yang mengungkapkan tentang kehidupan. Tema selalu dapat dirasakan pada semua fakta dan alat penceritaan di sepanjang sebuah cerita rekaan. 

Tema tidak dapat dipisahkan dari permasalahan-permasalahan yang dikemukakan pengarang dalam karyanya sebab tema selalu berkaitan dengan masalah (kehidupan) yang dikemukakan dalam cerita rekaan tersebut. Akan tetapi tema tidak sama dengan masalah. Tema adalah suatu (hal) yang berkaitan dengan pandangan, pendapat, atau pun sikap pengarang tentang suatu masalah, sedangkan masalah adalah sesuatu hal yang harus diselesaikan. Sebuah tema pada dasarnya merupakan abstraksi dari suatu masalah. Oleh karena itu, tema sebuah karya sastra haruslah diabstraksikan dari masalah utama yang diungkapkan pengarang dalam karyanya. 

5. Amanat 
Amanat adalah segala sesuatu yang ingin disampaikan pengarang, yang ingin ditanyakan secara tidak langsung ke dalam benak para penonton dramanya. Amanat merupakan keseluruhan makna konsep, makna wacana, isi konsep, makna wacana,dan perasaan yang hendak disampaikan untuk dimengerti dan diterima orang lain yang digagas atau ditujunya. Amanat di dalam drama ada yang langsung tersurat, tetapi pada umumnya sengaja disembunyikan secara tersirat oleh penulis naskah drama yang bersangkutan. Hanya pentonton yang profesional aja yang mampu menemukan amanat implisit tersebut. 

D. Struktur Drama
Seorang Aristoteles, filsuf Yunani yang hidup sekitar 300 S.M. telah menulis Poetics. Untuk mengenali plot, karakter, pikiran, diksi, musik dan spektakel dari tragedi. Kelak identifikasi itu dianggap sebagai falsafah dasar dari strukturalisme yang oleh T.S. Eliot disebut The Formalistick Approach. Struktur dramatik pada drama adalah sebagai berikut. 

1. Eksposisi: Isinya pemaparan masalah utama atau konflik utama yang berkaitan dengan posisi diametral antara protagonis dan antagonis. Hasil akhir: Antagonis berhasil menghimpun kekuatan yang lebih dominan. 

2. Raising action: Isinya menggambarkan pertentangan kepentingan antar tokoh. Hasil akhir: Protagonis tidak berhasil melemahkan Antagonis. Antagonis mengancam kedudukan Protagonis. Krisis diawali. 

3. Complication: Isinya perumitan pertentangan dengan hadirnya konflik sekunder. Pertentangan meruncing dan meluas, melibatkan sekutu kedua kekuatan yang berseteru. Hasil akhir: Antagonis dan sekutunya memenangkan pertentangan. Kubu protagonis tersudut. 

4. Klimaks: Isinya jatuhnya korban dari kubu protagonis, juga korban dari kubu Antagonis. 

5. Hasil akhir: Peristiwa-peristiwa tragis dan menimbulkan dampak besar bagi perimbangan kekuatan antarkubu. 

6. Resolusi: Isinya hadirnya tokoh penyelamat, bisa muncul dari kubu protagonis atau tokoh baru yang berfungsi sebagai penyatu kekuatan kekuatan konflik, sehingga situasi yang kosmotik dapat tercipta kembali. Pada tahap ini, pesan moral disampaikan, yang biasanya berupa solusi moral yang berkaitan dengan tema atau konflik yang sudah diusung. 

Berikut ini adalah contoh penggunaan struktur drama dalam drama Romeo Juliet

Pada awal plot kita ada eksposisi. Ini memberi penonton informasi yang diperlukan tentang peristiwa sebelumnya, situasi sekarang atau tokoh-tokohnya. Dalam kebanyakan lakon, sudah sejak awal pengarang memberi tekanan kepada satu pertanyaan atau konplik penting. Pada awal kisah Romeo and Juliet, Shakespeare telah menyajikan pertengkaran antara Sampson, Gregory lawan Baltazar dan Abraham, satu penjelasan yang memberi ‘Leitmotive’ kepada tema, konflik dan rekonsiliasinya. 

Gregory : Anda berkelahi, ya ? 
Abraham : Berkelahi? Ah, nggak, nggak! 
Sampson : Tapi kalau ya, saya memihak anda, saya mengabdi sebaik anda 
Abraham : Ah, tak akan lebih baik. 
Sampson : Baiklah 
Gregory : (ke samping kepada Sampson, melihat Tybalt ke luar panggung) 
Katakanlah lebih baik. Itu salah satu dari orang majikanku datang. 
Sampson : Ya, lebih baik. 
Abraham : Bohong! 
Sampson : Cabut pedangmu, kalau kamu lelaki. Gregory, ingat hantamanmu. 
(mereka berkelahi). 

Dialog diatas menciptakan suasana babak itu dan suatu pelukisan singkat tapi lengkap tentang konflik antara keluarga Montague versus keluarga Capulet yang akan menimbulkan bencana itu. 

Terkadang juga ada eksposisi tentang tokoh-tokoh. Sebuah film berjudul Jango Versus Santana dapat dijadikan contoh. Film itu dimulai dengan sebuah pemandangan. Sebidang tanah tandus dengan pohon-pohon kaktus tumbuh disana-sini. Sementara fokus kamera bergerak kearah kanan, seorang lelaki dengan baju kotor dan basah kuyup tampak berlutut didepan sebuah makam. Lelaki itu berdiri dan kamera mengambil gambarnya dalam teknik medium. Posisi enface memberikan gambaran jelas tokot itu. Ia tak mengalami kemalangan, tapi ia menghadapinya dengan tegar. Pelukisan singkat tapi hampir lengkap dari tokoh tersebut memberi titik awal yang jelas untuk memulai film itu. 

Dalam eksposisi itu, unsur-unsur konfliknya statis. Melalui satu insiden yang merangsang maka action mulai bergerak. Disini konflik dramatik besar mulai jelas menyatukan kejadian-kejadian dalam lakon itu. Insiden yang merangsang dalam Romeo and Juliet tampak ketika Tybalt mengenali Romeo dan ingin menantang berkelahi. Presiden dari stimulasi itu terjadi ketika inang memberi tahu Juliet bahwa Romeo adalah anggota keluarga Montague. Unsur statis dalam eksposisi itu mulai bergerak dan konflik sehari-hari antara Sampson versus Abraham makin lama makin menjadi makin serius. 

(Babak I) timbul serentetan konflik ketika Romeo membocorkan rahasianya kepada teman-temannya, memanjat tembok kebun keluarga Capulet, dan menunggu Juliet muncul di jendelanya waktu gadis itu muncul, keduanya saling mengungkapkan cinta dan memutuskan untuk kawin lari (BabakII). Makin lama lakon itu makin tegang sampai pendeta sampai pendeta Laurence berharap, setelah menyelenggarakan upacara pernikahan, pertikaian antara keluarga itu akan berakhir dan Romeo berpendapat begitu. 

Kisah cinta sederhana antara pemuda dan pemudi itu sekarang berkembang menjadi idealisme yang melibatkan masalah besar yang dihadapi kedua orang tua itu. Tidak diragukan bahwa konflikasi tersebut menuju suatu krisi, satu titik balik ketika informasi yang sebelumnya dirahasiakan sedikit sebagian terungkap dan masalah dramatik itu bisa dijawab. 

Meskipun Juliet sudah menikah dengan Romeo, ia tidak berterus terang pada ayahnya. Oleh karenanya itu, Capulet tetap menjalankan rencananya untuk menikahkan Juliet dengan Paris. Karena pernikahan akan berlangsung pada hari kamis, pendeta Laurence mengusulkan agar pada hari rabu Juliet harus menelan ramuan yang akan membuatnya mati suri; sementara Laurence akan mengirimkan pesan pada Romeo untuk menyelamatkan Juliet dari makam keluarga Capulet, karena ia merasa yakin gadis itu akan dimakamkan di sana. 

Capulet, karena ditentang oleh putrinya, memutuskan untuk mengajukan pernikahan itu sehari. Rencana itu membuat Juliet harus segera mereguk racun tadi. Agar rencananya tidak terhalang, ia menyuruh inang keluar dan tanpa pikir panjang langsung mereguk racun tadi. Paginya inang menemukan Juliet sudah tak bernyawa. Laurence dan Paris tiba; tapi upacara pernikahan harus diubah menjadi upacara pemakaman (Babak IV). 

Bagian terakhir dari lakon itu, sering disebut resolusi, berkembang dari krisis sampai tirai ditutup untuk terakhir kalinya. Ini terkadang mengumpulkan berbagai alur action dan membawa situasinya ke suatu keseimbangan baru, dengan demikian hasilnya bisa jadi memuaskan, tapi mungkin juga mengecewakan harapan penonton. 

Karena tidak tahu bahwa Juliet hanya kelihatannya mati, Balthazar tiba di Mantua sebelum pendeta tiba dan memberitahukan tentang kematian Juliet. Mendengar itu Romeo membeli racun untuk bunuh diri dimakam Juliet. Setelah membunuh Paris, Romeo mereguk racun itu. Ketika terjaga, Juliet menemukan Romeo yang sudah mati dan bunuh diri. Pertikaian kedua keluarga itu berakhir di atas dua kekasih yang sudah mati (Babak V). 

E. Jenis-jenis Drama
Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama. 

1. Drama Baru/Drama Modern
Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. 

2. Drama Lama/Drama Klasik 
Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya. 

Macam-macam drama berdasarkan isi kandungan cerita: 
1. Drama komedi: adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan. 
2. Drama tragedi:adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan. 
3. Drama tragedi komedi: adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya. 
4. Opera: adalah drama yang mengandung music dan nyanyian. 
5. Lelucon/dagelan: adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton. 
6. Operet/operette: adalah opera yang ceritanya lebih pendek. 
7. Pantomim: adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan. 
8. Tablau: adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya. 
9. Passie: adalah drama yang mengandung unsur agama/relijius. 
10. Wayang: adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. 

F. Kelengkapan Drama
Berikut adalah beberapa perlengakapan yang ada pada drama

1. Naskah drama: skrip yang dijadikan panduan pemain sebelum pentas. 
2. Penulis naskah: orang yang menulis skenario dan dialog dalam bentuk jadi naskah drama.
3. Sutradara: orang yang memimpin atau yang mengatur suatu kelompok drama. 
4. Pemain: orang yang berperan melakonkan cerita.
5. Lighting: pengatur cahaya dalam pementasan.
6. Tata busana/make up: bagian kelengkapan drama yang bertugas merias dan memakaikan properti pakaian.
7. Tata suara: pengatur suara untuk memunculkan efek tertentu dalam pementasan. 
8. Tata panggung: kelengkapan drama yang mengatur latar setiap adegan.
9. Panggung : tempat bagi pemain untuk melakonkan cerita.

Referensi:
Kosasih, E. 2009. Bank Soal Bahasa Indonesia. Bandung: Y. Ramawidia. 
Harymawan, RMA. 1986. Dramaturgi. Bandung: Rosdakarya. 
Surana. 2001. Pengantar Sastra Indonesia. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. 
Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga. 
Sumardjo, Djakob dan Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta. Gramedia: Pustaka Utama

Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan tulis di kolom komentar.

Posting Komentar untuk "DRAMA: PENGERTIAN, SEJARAH, UNSUR, STRUKTUR, JENIS, DAN KELENGKAPANNYA"