KRITIK PUISI METODE GANZHEIT DAN ANALITIK PADA PUISI IZINKAN KARYA RABINDRANATH TAGORE

Izinkan
Oleh: Rabindranath Tagore

Izinkan aku berdoa bukan agar terhindar
dari bahaya, melainkan agar aku
tiada takut menghadapinya.
Izinkan aku memohon bukan agar
penderitaanku hilang melainkan agar hatiku
teguh menghadapinya,
Izinkan aku tidak mencari sekutu
dalam medan perjuangan hidupku
melainkan memperoleh kekuatanku sendiri.
Izinkan aku tidak mengidamkan
dalam ketakutan dan kegelisahan
untuk diselamatkan, melainkan harapan
dan kesabaran untuk memenangkan
kebebasanku.  Berkati aku, sehingga aku
tidak menjadi pengecut
dengan merasakan kemurahan-Mu
dalam keberhasilanku semata,
melainkan biarkan aku menemukan
genggaman tangan-Mu dalam kegagalanku.


Menurut Andre Harjana  dalam Waluyo (1995:146) langkah-langkah menelaah puisi dapat melalui (1) struktur karya sastra, (2) penyair d an kenyataan sejarah, (3) telaah unsur-unsur, dan (4) sintesis dan interpretasi.

Struktur Global Puisi
Puisi ini adalah jenis puisi modern, hal ini tergambar dalam struktur baris dan baitnya. Pada tiap bait kecuali bait keempat terdiri dari tiga baris. Tema puisi ini doa seorang hamba pada Tuhannya, di dalam puisi ini Rabindranath Tagore berdoa dengan tidak meminta sesuatu. Rabindranath berdoa dengan cara yang merendah dalam arti sebenarnya. Ia menyadari jika dirinya hanyalah hamba yang tidak memiliki hak atas Tuhannya. Sehingga dalam puisi ini ia hanya meminta izin pada Tuhannnya agar diberi kekuatan untuk mengahadapi kenyataan hidup atau takdir yang telah ditetapkan oleh-Nya. “Izinkan aku berdoa bukan agar terhindar dari bahaya, melainkan agar aku tiada takut menghadapinya”, kalimat ini adalah kalimat seorang yang telah memahami arti kata “hamba”. Berapa banyak orang berdoa meminta agar diberikan ini dan itu, seakan-akan ia mempunyai hak terhadap Tuhan. 

Pada baris selanjutnya Rabindranath terus memohon izin dengan kata “izinkan” pada tiap doanya.  Puisi ini seakan memberikan pesan pada pembacanya agar kembali menyadari diri sebagai hamba. Seorang hamba, tidak memiliki hak apa pun pada Tuhannya. Seorang hamba hanya melakukan apa yang diperintahkan dengan kepatuhan. Seorang hamba menerima semua yang ditimpakan oleh Tuhannya tanpa mengeluh pada takdir. Seorang hamba hanya dapat memohon izin pada Tuhannya agar diberikan sesuatu, sehingga ketika sesuatu itu tidak diberikan ia akan menerimanya dengan tulus dan ketika diberikan ia akan bersyukur. Pada baris terakhir Rabindranath berkata “Berkati aku, sehingga aku tidak menjadi pengecut dengan merasakan kemurahan-Mu dalam keberhasilanku semata, melainkan biarkan aku menemukan genggaman tangan-Mu dalam kegagalanku”. Kata “berkati” dalam kalimat itu bermakna ia memohon berkah dari Tuhan agar ia diizinkan menjadi manusia yang kuat agar ia dapat menjalani takdir.

Penyair dan Kenyataan Sejarah
Rabindranath Tagore (bahasa Bengali: Rabindranath Thakur; lahir di Jorasanko, Kolkata, India, 7 Mei 1861. Ia meninggal pada tanggal 7 Agustus 1941 ketika usianya mencapai umur 80 tahun. Rabindranath juga dikenal dengan nama Gurudev, ia adalah seorang Brahmo Samaj, penyair, dramawan, filsuf, seniman, musikus dan sastrawan Bengali. Ia terlahir dalam keluarga Brahmana Bengali, yaitu Brahmana yang tinggal di wilayah Bengali, daerah di anak benua India antara India dan Bangladesh. Tagore merupakan orang Asia pertama yang mendapat anugerah Nobel dalam bidang sastra (1913) (Wikipedia, 2013).

Rabindranath mulai menulis puisi sejak usia delapan tahun, ia menggunakan nama samaran “Bhanushingho” (Singa Matahari) untuk penerbitan karya puisinya yang pertama pada tahun 1877. Tagore bersama ayahnya meninggalkan Kolkata pada tanggal 14 Februari 1873 untuk melakukan perjalanan panjang di India selama beberapa bulan, Rabindranath belajar sejarah, ilmu perbintangan (astronomi), ilmu pengetahuan modern dan bahasa Sanskerta dan mempelajari serta mendalami karya sastra klasik dari Kālidāsa. Pada 1877, ia menjadi orang terkemuka ketika menghasilkan beberapa karya, termasuk puisi panjang dalam gaya Maithili, yang dirintis oleh Vidyapati (Wikipedia, 2013).

Rabindranath memiliki jiwa petualangan yang sangat besar. Antara tahun 1878 dan 1932, ia mengunjungi lebih dari tiga puluh negara di lima benua, perjalanan ini sangat penting artinya dalam mengenalkan karya-karyanya, serta memaparkan ide-ide politiknya kepada kalangan non-Bengali. Rabindranath juga seorang musisi dan pelukis yang berbakat, yang telah mencipta dan menulis sekitar 2,230 lagu. Rabindranath berteman dengan banyak tokoh dunia pada masa itu, diantaranya adalah Mahatma Gandhi, Albert Einstein, Shah Reza Pahlevi, dan tokoh dunia lainnya. Ia hidup pada zaman kolonial, di mana negranya India, sedang dijajah oleh Inggris (Wikipedia, 2013).

Sajak dan puisi karya Rabindranath sangat bervariasi dalam gaya, dari gaya klasik formal hingga gaya jenaka, penuh khayalan maupun riang gembira, meneruskan aliran yang didirikan pujangga Vaiṣṇava (Bujangga Waisnawa) pada abad 15-16. Rabindranath juga mendapat pengaruh unsur kebatinan dari para Rsi-Pujangga termasuk dari Vyasa yang menulis Upanisad, Bhakta-Sufi mistik Kabir dan Pamprasad. Pengaruh ini tercermin pada puisi “Izinkan” ia lebih mengedepankan pengalaman pribadinya. Pada puisi ini ia tidak menggambarkan kondisi sosial masyarakat pada saat itu. Puisi ini bersifat religius pribadi.

Puisi ini diperkirakan ditulis pada masa menetap di Shelidah, karya puisinya menekankan pada kekuatan lirik, berbicara lewat maner manus (man within the heart) atau meditasi dalam jivan devata (Tuhan di dalam jiwa). Figur ini kemudian membentuk hubungan dengan ketuhanan melalui permohonan kepada semesta alam dan keadaan emosional yang saling memengaruhi dalam drama kehidupan umat manusia.

Analisis Struktur Fisik dan Batin Puisi
Struktur Fisik
Bahasa yang digunakan dalam puisi ini adalah bahasa yang sederhana, sehingga pembaca dengan mudah dapat mengerti maksud dari pengarang. Rabindranath tidak menggunakan bahasa kiasan, hal ini memang mengurangi nilai sebuah puisi, namun walaupun puisi ini diungkapkan dengan bahasa yang eksplisit puisi ini tidak kehilangan nilainya. Karena puisi ini menggunakan bahasa yang eksplisit, maka makna dalam puisi ini juga seperti makna kata asalnya. 

Diksi yang digunakan dalam puisi ini adalah diksi yang bernada muram (Izinkan, memohon, ketakutan, dan kegelisahan) kemudian dinetralkan oleh diksi yang bernada semangat (menghadapinya, teguh, kekuatanku, harapan, dan kebebasanku). Diksi yang digunakan diawali oleh diksi bernada muram kemudian diikuti oleh diksi yang bernada semangat.

Struktur Batin
Tema puisi ini adalah doa seseorang hamba pada Tuhannya. Pada bait pertama seorang hamba meminta izin agar berdoa dengan nada berikut “Izinkan aku berdoa bukan agar terhindar dari bahaya, melainkan agar aku tiada takut menghadapinya”. Dalam kalimat ini pengarang meminta izin pada Tuhannya agar berdoa tanpa meminta, tetapi diberi kekuatan agar dapat menjalani hal yang ditakdirkan. Begitupula pada bait kedua dan ketiga. Pada bait terakhir ia berkata memohon agar diberkati “Berkati aku, sehingga aku tidak menjadi pengecut dengan merasakan kemurahan-Mu dalam keberhasilanku semata, melainkan biarkan aku menemukan genggaman tangan-Mu dalam kegagalanku” sekali lagi ia memohon kemurahan Tuhannya agar ia dapat memahami maksud dari takdir yang ditetapkan padanya.

Sintesis dan Interpretasi
Puisi ini adalah puisi lugas dalam bentuk monolog, pengarang berbicara pada Tuhannya agar ia diberi kekuatan untuk menjalani takdir. Sebagai puisi lugas, intensitas bahasa yang digunakan tidak terlalu padat. Bahasa yang digunakan adalah bahasa-bahasa pembanding kemuraman dan semangat. Puisi ini mengambil nilai dari jenis sastra sufistik. Jenis sufistik terlihat jelas dari tema yang ditampilkan. Puisi ini berisikan hubungan antara hamba dan Tuhannya. Bahas yang digunakan adalah bahasa yang bersifat pasrah, bukan bahasa yang mendikte. 

Daftar Pustaka
Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta:Erlangga.
Wikipedia. 2013. “Rabandrinath Tagore”. http://id.wikipedia.org/wiki/Rabindranath_Tagore. Diakses Tanggal 23 Juni 2013 Pukul 09:23 WIB.


Posting Komentar untuk "KRITIK PUISI METODE GANZHEIT DAN ANALITIK PADA PUISI IZINKAN KARYA RABINDRANATH TAGORE"