TES OBJEKTIF (PENGERTIAN, JENIS, CONTOH, KELEMAHAN DAN KELEBIHAN)

A. Pengertian Tes Objektif
Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk esai. Dalam penggunaan tes objektif ini jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak daripada tes esai kadang-kadang untuk tes yang berlangsung selama 60 menit dapat diberikan 30-40 soal (Arikunto, 2009:164). Sementara itu menurut Hidayat, dkk. (1994:63) tes objektif adalah tes yang terdiri dari item-item (stem) yang dapat dijawab dengan jalan memilih salah satu alternatif (option) yang benar dan alternatif yang tersedia atau mengisi jawaban yang benar dengan beberapa kata atau sandi. 

Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item) karena jawabannya antara benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya objektif. Siapa pun yang mengoreksi jawaban tes objektif hasilnya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Tes objektif menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang benar di antara kemungkinan jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Tes objektif sangat cocok untuk menilai kemampuan yang menuntut proses mental yang tidak begitu tinggi, seperti mengingat, mengenal, pengertian, dan penerapan prinsip-prinsip (Arifin, 2009:135).

B. Jenis-jenis Tes Objektif
Selanjutnya Arikunto (2009:165) mengemukakan beberapa jenis tes objektif. Jenis-jenis tes objektif adalah sebagai berikut:

1. Tes Benar Salah (True-False)
Soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan. Pernyataan tersebut ada yang benar ada yang salah. Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing pernyataan tersebut dengan melingkari (B) untuk pernyataan yang betul menurutnya dan (S) untuk pernyataan yang salah.

Salah satu fungsi bentuk soal benar-salah adalah untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam membedakan antara fakta dan pendapat. Agar soal dapat berfungsi dengan baik, maka materi yang ditanyakan hendaknya homogen dari segi isi. Bentuk soal seperti ini lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana (Arifin, 2009:137).
Contoh:
B – S : Novel Siti Nurbaya ditulis oleh Marah Rusli
B – S : Datuk Maringgih adalah salah satu tokoh dalam novel Siti Nurbaya

Beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal benar-salah menurut Arifin (2009:137) adalah sebagai berikut:
a. Dalam menyusun item bentuk benar-salah ini hendaknya jumlah item cukup banyak di atas 50 soal, sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
b. Jumlah item yang benar dan salah hendaknya sama.
c. Berilah petunjuk cara mengerjakan soal yang jelas dan memakai kalimat yang sederhana.
d. Hindarkan pernyataan yang terlalu umum, kompleks, dan negatif.
e. Hindarkan penggunaan kata yang dapat memberi petunjuk tentang jawaban yang dikehendaki. Misalnya: biasanya, umumnya, selalu.

2. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Tes pilihan ganda terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Tes ini terdiri dari keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban atau alternatif (options). Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distructor).

Mengenai jumlah alternatif jawaban sebenarnya tidak ada aturan baku. Guru bisa membuat 3, 4, atau 5 alternatif jawaban. Semakin banyak semakin bagus. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi faktor menebak (chance of guessing). Adapun kemampuan yang dapat diukur oleh bentuk soal pilihan ganda antara lain: mengenal istilah, fakta, prinsip, metode, dan prosedur; mengidentifikasi penggunaan fakta dan prinsip; menafsirkan hubungan sebab-akibat dan menilai metode prosedur (Arifin, 2009:138-139).

Berikut beberapa petunjuk praktis dalam menyusun soal bentuk pilihan-ganda menurut Arifin (2009:143), yaitu:
a. Harus mengacu pada kompetensi dasar dan indikator soal.
b. Berilah petunjuk mengerjakannya dengan jelas.
c. Jangan memasukkan materi soal yang tidak relevan dengan apa yang sudah dipelajari peserta didik.
d. Pernyataan pada soal seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan berarti.
e. Pernyataan dan pilihan hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus.
f. Alternatif jawaban harus berfungsi, homogen dan logis.
g. Panjang pilihan pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada itemnya.
h. Usahakan agar pernyataan dan pilihan tidak mudah diasosiasikan.
i. Alternatif jawaban yang betul hendaknya jangan sistematis.
j. Harus diyakini benar bahwa hanya ada satu jawaban yang benar.

3. Menjodohkan (Matching Test)
Matching test dapat diganti dengan istilah mempertandingkan, mencocokkan, memasangkan, atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai jawaban yang tercantum dalam seri jawaban. Tugas murid adalah mencari dan menempatkan jawaban-jawaban, sehingga sesuai atau cocok dengan pertanyaannya.

Perbedaannya dengan bentuk pilihan-ganda adalah pilihan-ganda terdiri dari stem dan option, kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu option yang dianggap paling tepat, sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda. Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih banyak daripada jumlah persoalan. Bentuk soal ini sangat baik untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi informasi berdasarkan hubungan yang sederhana dan kemampuan mengidentifikasi kemampuan menghubungkan antara dua hal. Makin banyak hubungan antara premis dengan respons dibuat, maka makin baik soal yang disajikan (Arifin, 2009:144).

Untuk menyusun soal bentuk ini, Arifin (2009:145) memberikan beberapa kriteria, yaitu:
a. Buatlah petunjuk tes dengan jelas, singkat, dan mudah dipahami.
b. Sesuaikan dengan kompetensi dasar dan indikator.
c. Kumpulan soal diletakkan di sebelah kiri, sedangkan jawabannya di sebelah kanan.
d. Jumlah alternatif jawaban hendaknya lebih banyak daripada jumlah soal.
e. Susunlah item-item dan alternatif jawaban dengan sistematika tertentu. Misalnya, sebelum pokok persoalan, didahului dengan stem, atau bisa juga langsung pada pokok persoalan.
f. Seluruh kelompok soal dan jawaban hanya terdapat dalam satu halaman.
g. Gunakanlah kalimat yang singkat dan langsung terarah pada pokok persoalan. 

4. Tes Isian (Completion Test)
Completion test biasa disebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes melengkapi. Completion test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang harus diisi oleh murid ini merupakan pengertian yang kita minta dari murid.

Untuk menyusun soal bentuk ini, Arifin (2009:146) memberikan beberapa kriteria, yaitu:
a. Hendaknya tidak menggunakan soal yang terbuka, sehingga ada kemungkinan peserta didik menjawab secara terurai.
b. Untuk soal tes bentuk melengkapi hendaknya tidak mengambil pernyataan langsung dari buku (textbook).
c. Titik-titik kosong sebagai tempat jawaban hendaknya diletakkan pada akhir atau dekat akhir kalimat daripada pada awal kalimat. 
d. Jangan menyediakan titik-titik kosong terlalu banyak. Pilihlah untuk masalah yang urgen saja.
e. Pernyataan hendaknya hanya mengandung satu alternatif jawaban, dan
f. Jika perlu dapat digunakan gambar-gambar sehingga dapat dipersingkat dan jelas.

C. Kelemahan dan Kelebihan Tes Objektif
Berikut adalah kelebihan dan kelemahan tes objektif menurut Arikunto (2009:164-165). 
No.
Kelebihan
Kelemahan
1
Mengandung banyak segi positif, lebih representatif, dan objektif.
Membutuhkan persiapan penyusunan soal yang sulit.
2
Pemeriksaan lebih mudah dan cepat.
Soalnya cenderung mengungkapkan ingatan dan sukar mengukur proses mental.
3
Pemeriksaan dapat diserahkan pada orang lain.
Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
4
Tidak memiliki unsur subjektifitas dalam proses pemeriksaan.
“Kerja sama” antarsiswa dalam mengerjakan tes lebih terbuka.
Lebih lanjut Arikunto (2009:177) mengemukakan beberapa kondisi kapan dan bagaimana tes objektif ini digunakan
1) Kelompok yang akan dites banyak dan tesnya akan digunakan berkali-kali.
2) Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercaya (mempunyai reliabilitas yang tinggi).
3) Guru lebih mampu menyusun tes bentuk objektif daripada tes bentuk esai.
4) Hanya mempunyai waktu sedikit untuk koreksi dibandingkan waktu yang digunakan untuk menyusun tes.

Daftar Pustaka
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayat, Kosadi, dkk. 1994. Evaluasi Pendidikan dan Penerapannya dalam Pengajaran 
Bahasa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Posting Komentar untuk "TES OBJEKTIF (PENGERTIAN, JENIS, CONTOH, KELEMAHAN DAN KELEBIHAN)"