DEKONSTRUKSI: PENGERTIAN, METODE, LANGKAH, DAN CONTOH

A. Hakikat Dekonstruksi sebagai Metode Penelitian Sosial Budaya Radikal
Menurut Capotu metode dekonstruksi disebut sebagai metode hermeneutika radikal yang banyak digunakan dalam penelitian sosial-budaya kontemporer. Kajian sosial-budaya radikal didasarkan atas teori kritis dan teori postmodern yang secara ontologi dan epistimologi berbeda dengan paradigma modern. Untuk memahami kajian sosial budaya radikal, maka perlu adanya pemahaman tentang metodologi radikal. Metodologi radikal adalah metode interpretatif yang mempertanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan asumsi metodenya secara mendasar. Metode radikal inilah yang menjadi dasar cara berpikir dekonstruksi.

Salah satu pencetus lahirnya metode dekonstruksi adalah Jacques Derrida. Derrida tidak tertarik dan tidak menerima kebenaran yang transendental yang lepas dari dimensi ruang dan waktu, melalui metode dekonstruksi, Derrida mencoba menunjukkan kelemahan dan kesalahan cara berpikir itu. Kebenaran ilmu pengetahuan bukan sesuatu yang jatuh dari langit, melainkan sebagai sesuatu yang mungkin diperoleh dalam upaya ilmiah yang terus menerus. Derrida menolak kesadaran murni serta menolak kepastian dan universalitas makna bahasa. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dekonstruksi adalah penataan ulang. Sementara itu, istilah Prancis dekonstruksi adalah ‘de`construire’ yang berarti membongkar mesin, tetapi membongkar untuk dipasang kembali. Karena itu, dekonstruksi berarti positif, karena membongkar, menjungkirbalikkan makna teks tapi bukan dengan tujuan membongkar saja, melainkan membangun kembali teks yang didekonstruksi. Hasil dekosntruksi terhadap teks itu adalah teks yang baru yang berbeda secara mendasar dengan teks yang lama. Dekonstruksi adalah strategi yang digunakan untuk mengguncang kategori-kategori, asumsi-asumsi dasar di mana pemikiran kita ditegakkan. Artinya upaya untuk mengkrtitisi secara radikal, membongkar berbagai asumsi dasar yang menopang pemikiran dan keyakinan kita sendiri.

Derrida mulai menerapkan dekosntruksi dalam kajian sosial-budaya khususnya pada kajian filsafat, bahasa, dan sastra. Pada filsafat, Derrida mengkritik pandangan lama tentang berbagai pemikiran filsuf dengan mengajukan argumen baru yang menuntutnya lebih dapat diterima dan dipertanggungjawabkan. Sedangkan pada bidang bahasa dan sastra, Derrida membongkar fondasi strukturalisme sehingga fondasi yang tadinya dianggap kuat menjadi berantakan. Menurut Derrida gagasan bahwa makna diciptakan melalui struktur yang stabil dan konsep oposisi biner tidaklah tepat. Lebih lanjut ia menambahkan bahwa tidak ada struktur tunggal dan stabil yang menentukan makna yang pasti. Derrida mengemukakan bahwa makna diciptakan melalui permaianan penanda (play of differnce). Dengan demikian bahasa tidak lagi memiliki hubungan rerpresentasional yang pasti dan stabil atas “kenyataan”. Bahasa bersifat licin dan ambigu, artinya tidak memiliki makna yang stabil.

Dekonstruksi adalah bentuk atau varian hermeneutika yang melakukan krtitik radikal terhadap teks yang diinterpretasi sehingga disebut juga sebagai hermeneutika radikal. Sementara culutral studies dapat juga disebut sebagai kajian sosial-budaya radikal dan bagaimana problem itu direpresentasikan.

B. Metode Dekonstruksi
Peter Barry mengemukakan bahwa  dekonstruksi adalah “cara membaca teks di luar kebiasaan” atau “membaca teks dengan melawan teks itu sendiri” karena teks tidak dapat memahami dirinya sendiri. Sementara itu, menurut Terry Eagleton pembacaan dekonstruksi adalah menyingkap dimensi tak sadar teks, bukan dimensi sadarnya. Maksudnya adalah semua hal yang jelas dan terbuka tidak menjadi perhatian dan diabaikan saja, dekonstruksi justru mencoba menyingkap hal yang tersembunyi, kontradiktif, dan inkonsistensi dalam teks. Dekonstruksi adalah upaya menggerogoti teks “dari dalam” atau menelanjangi teks-teks filsafat dari filsafat itu sendiri.

Metode dekonstruksi adalah metode hermeneutika kecurigaan yang mendalam (deep hermeneutics), dan kemudian membuktikan kecurigaan terhadap adanya hal yang tidak benar itu (dimensi resepsi dalam teks) melalui kritik dekonstruksi. Caranya dengan menganalisis, mengurai, membongkar berbagai asumsi yang ada dalam teks, termasuk logika berpikirnya (logosentrisme, oposisi biner). Melalui dekonstruksi pada oposisi biner itu ditunjukkan ketidakbenaran cara berpikir oposisi biner itu serta ditunjukkan bahwa konsep yang oposisional itu sesungguhnya setara dan saling berimplikasi satu dengan lainnya.

Rolan Barthes mengemukakan bagaimana posisi oposisi biner diterapkan pada dua model penafsiran: penafsiran srtukturalis (raderly) dan model pembacaan kedua yang disebut “writerly”. Tipe pembacaan pertama hanya memungkinkan teks dibaca oleh pembaca sebagai konsumen arti yang tetap, sebagaimana diinginkan strukturalis. Sementara tipe yang kedua mengubah pembaca menjadi produsen arti atau makna teks yang dengan sendirinya melahirkan multivokalitas dan pluralitas makna (teks).

C. Langkah Metodologis Dekonstruksi
Menurut Barry ada tiga tahap dekonstruksi yang ia sebut sebagai: verbal, tekstual, dan linguistik.

Tahap verbal adalah tahap  yang sama dengan pembacaan kritis dengan pencarian paradoks dan kontradiksi dalam teks. Pembacaan ini mencoba melawan teks sehingga dimungkinkan melahirkan makna baru teks. Tahap ini juga dapat menunjukkan perbedaan antara apa yang dinyatakan pada teks dan apa yang tidak dinyatakan.

Tahap tekstual adalah tahap pencarian makna yang lebih dalam pada keseluruhan teks. Pada pemaknaan dekonstruksi pada puisi pembaca/penafsir dekonstruktif mencari patahan, ketidakstabilan sikap atau ketetapan posisi. Prosedur kedua ini menunjukkan bahwa teks tidak memiliki keterpaduan dan konsistensi tujuan.

Tahap terakhir adalah tahap “linguistik”, di mana pembaca mencari momen-momen ketika kelayakan bahasa dipertanyakan. Misalnya ketika bahasa sebagai medium dipertanyakan. Bahasanya berlebih-lebihan, keliru merepresentasikan objek, dan lain-lain.

Selanjutnya, Peter Barry mengemukakan beberapa hal yang dilakukan oleh seorang dekonstruksionis:

1. Penelaah teks “membaca teks untuk tujuan melawan teks itu sendiri” bertujuan untuk membuktikan apa yang  dianggap sebagai “ketidaksadaran tekstual”.
2. Penelaah dekonstruktif memilah ciri-ciri permukaan dari beberapa kata yang memiliki persamaan bunyi, memiliki akar makna kata, atau metafora yang sudah mati, namun mengedepankan itu sehingga berefek krusial bagi makna teks secara keseluruhan.
3. Penafsir teks dekonstruktif mencoba membuktikan bahwa teks memiliki sifat yang kurang padu dan kurang konsisten.
4. Pembaca dekonstruktif berkonsentrasi pada bagian tertentu dengan menganalisisnya secara intensif, sehingga tidak dimungkinkan teks hanya menghasilkan vokalitas tunggal, tetapi juga melahirkan vokalitas ganda makna.
5. Pembaca dekonstruktif mengidentifikasi bermacam jenis pergeseran dan patahan di dalam teks, kemudian melihatnya sebagai satu bentuk resepsi, atau yang sengaja dihapus atau sengaja dilewati oleh teks.

D. Contoh Analisis Menggunakan Teori Dekonstruksi
Analsisis Citra Perempuan dalam Novel Larung Karya Ayu Utami.
“Kadang aku jengkel, apapun yang kita lakukan, yang juga dilakukan laki-laki, kita yang dicap jelek. Laki-laki tidur bergantian dengan banyak cewek akan dicap jagoan, Arjuna. Tetapi perempuan yang tidur bergantian dengan banyak laki-laki, akan dibilang piala bergilir, pelacur. Apapun yang kita lakukan selalu dianggap objek, bahkan oleh sesama perempuan” (Larung, hal. 83-84).

Teks tersebut berbicara tentang adanya ketidakadilan dalam suatu kondisi. Jika dilihat dari makna kamus bahasa Indonesia, kata pelacur berasal dari kata lacur yang berarti tidak baik kelakukan. Kata lain yang sepadan adalah melacur yang berarti berbuat lacur; menjual diri (sebagai tunasusila atau pelacur). Selanjutnya, kata pelacur berarti orang perempuan yang melacur; sundal; dan wanita tunasusila. Adapun sebutan bagi orang laki-laki yang melacur adalah gigolo. Namun, arti sebenarnya dari kata gigolo adalah (1) laki-laki yang dipelihara seorang wanita sebagai kekasih; (2) laki-laki yang pekerjaannya menjadi pasangan berdansa. Sementara itu, istilah yang netral bagi laki-laki atau perempuan yang tidur bergantian dengan lawan jenis adalah zina.

Jika dilihat dari makna istilah kata-kata tersebut, memang ada anggapan bahwa jika perempuan yang melakukan perbuatan tidur dengan banyak laki-laki, maka akan dicap tidak baik, sedangkan laki-laki tidak begitu. Hal tersebut diperkuat dengan adanya istilah untuk perempuan yaitu lacur, sedangkan laki-laki tidak memiliki istilah tersebut. Namun, jika mengatakan bahwa laki-laki yang tidur dengan banyak perempuan dicap jagoan, sedangkan perempuan dicap pelacur kiranya tidak sesuai atau berlebihan. Pemberian cap adalah hal yang berkaitan dengan nilai, jika seseorang melakukan keburukan maka akan dicap buruk, sebaliknya jika seseorang melakukan kebaikan maka akan dicap baik. Secara umum, nilai masyarakat Indonesia masih menganggap buruk perbuatan zina, entah itu dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan.

Berdasarkan, penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa teks tersebut kurang padu dan tidak konsisten karena membandingkan dua hal berdasarkan anggapan sebagian orang bukan secara umum. Teks tersebut berusaha ingin membenarkan anggapan bahwa perempuan adalah pihak yang termarjinalkan. Teks tersebut menilai sesuatu berdasarkan pandangan minoritas bukan mayoritas, sedangkan nilai adalah peraturan yang diakui bersama.

Refleksi
Dekonstruksi dalam Sastra
Pada 1967 muncul sebuah buku yang berjudul System de la Mode yang ditulis Barthes. Pada buku ini terdapat istilah yang dikemukakan oleh Barthes yaitu “matinya pengarang” (The end of the author), maksudnya jika pada era sebelumnya makna tulisan ditentukan pengarang, maka dengan matinya pengarang, makna tidak lagi terfokus pada si pengarang tapi pada pembaca. Pernyataan ini sesuai dengan cara kerja metode dekonstruski di mana metode dekonstruksi berupaya untuk menyingkapkan apa yang berbeda dengan teks, menunjukkan kontradiksi, serta merongrong logika teks.

Lebih lanjut, dekonstruksi adalah sebuah bentuk kritik yang didasarkan pada pembacaan secara hati-hati. Membaca sekedar memberikan pemaknaan bukanlah dekonstruksi. Dekonstruksi adalah “sebuah metode atau alat yang bisa diterapkan pada sesuatu dari luar teks”. Dekonstruksi adalah suatu yang terjadi dari “dalam teks”, mencari inkonsistensi, kontradiksi, dan ketidaktepatan logika dan penggunaan istilah, yang kesemuanya dapat digunakan untuk mendekonstruksi teks.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dekonstruksi dalam kajian sastra haruslah berangkat dari teks sastra. Jika berangkat dari teks, maka semua teks sastra dapat dikaji dengan menggunakan metode dekonstruksi. Karena dekonstruksi adalah suatu yang terjadi dari “dalam teks”, mencari inkonsistensi, kontradiksi, dan ketidaktepatan logika dan penggunaan istilah, yang kesemuanya dapat digunakan untuk mendekonstruksi teks.

Berkaitan dengan dekonstruksi, menurut saya ada dua macam teks sastra. Pertama, teks sastra yang belum didekonstruksi oleh pengarang. Kedua, teks sastra yang telah didekonstruksi oleh pengarang. Teks pertama adalah teks yang menyajikan kenyataan sebagaimana adanya (novel populer). Jika realitas mengatakan bahwa perempuan adalah kaum minoritas, maka teks tersebut juga akan mengatakan hal yang sama. Teks ini belum didekonstruksi oleh pengarang. Teks kedua adalah teks yang menyajikan kenyataan berlawanan dengan kenyataan (novel sastra), misalnya dalam novel karya Ayu Utami. Realitas yang digambarkan dalam novel Ayu Utami adalah realitas yang telah didekonstruksi oleh pengarang. Jika realitas mengatakan bahwa perempuan adalah kaum minoritas, maka teks akan mengatakan bahwa perempuan adalah kaum mayoritas (terdapat fenomena oposisi biner).

Berdasarkan dua jenis teks sastra tersebut maka pemaknaan pada setiap teks haruslah berbeda. Bagaimana memaknai teks yang belum didekonstruksi dan teks yang telah didekonstruksi. Karena membaca sekedar memberikan pemaknaan bukanlah dekonstrtuksi.

Saya lupa untuk referensi tulisan ini. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan tulis di kolom komentar.

5 komentar untuk "DEKONSTRUKSI: PENGERTIAN, METODE, LANGKAH, DAN CONTOH"

  1. Izin bertanya, apakah dekonstruksi diistilahkan sebagaimana halnya interteks?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jika yang dimaksud dengan interteks adalah konsep yang mengacu pada hubungan antara teks-teks yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain, maka jawabannya iya Kak.

      Dapat dilihat dari penjelasan Peter Barry tentang beberapa hal yang dilakukan oleh seorang dekonstruksionis.

      Hapus
  2. apakah penelitian dengan metode dekonstruksi dapat disatukan dengan juga manggunakan oposisi biner?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harusnya bisa Kak, tinggal dijelaskan di metode penelitian

      Hapus
  3. Minta referensi tahapan pengaplikasian teori dekonstruksi ini dong

    BalasHapus