FENOMENOLOGI SASTRA: PENGERTIAN DAN LANGKAH

A. Pengertian
Husserl membuka wacana fenomenologi sebagai “wissenschaft des seins”, ilmu tenang ada/berada. Apa yang menjadi permasalahan pada ilmu bagi Husserl adalah terlupakannya pengalaman berdunia sebagai pengalaman langsung dan tak berantara sebagai wacana. Husserl melihat perlunya kembali kepengalaman keduniaan sehari-hari (lebenswelt) sebagai ancangan dasar membangun pengetahuan.

Martin Heidegger adalah murid pertama Husserl yang pertama kali menerapkan fenomenologi sebagai metode di pengetahuan filsafat. Karyanya: Sein und Zeist adalah buah konkret fenomenologi dengan mengambil “dunia” sebagai tema sentral keberadaan manusia dan ada/berada sebagai pertanyaan.

Apa yang terlihat dan kelihatan (noumena) tidaklah dapat menyimpulkan apa-apa jika tidak dikenali gejala yang dihasilkannya (fenomena). Apa yang terlihat melalui persepsi tidaklah menceritakan hakikat atau apanya. Setiap konsep tidak pernah berdiri sendiri namun senantiasa merujuk pada konsep lainnya dalam perbedaan-perbedaannya. Untuk itu penelusuran jejak diperlukan guna mengetahui bagaimana suatu konsep punya hakikat yang menjadikan adanya suatu kejadian. Sehingga diperlukan pembongkaran terhadap konsep itu agar bisa dikenali struktur dan unsur-unsur yang membuatnya hadir sebagai “the thing”.

Oleh karena itu, maksim pada fenomenologi adalah zu den Sache selbest (to the things themselves). Artinya, pengetahuan kita tentang “the thing” tidak berangkat dari pikiran tentang dia, tetapi dari gejala yang menampakkan diri melalui hubungan, modalitas, sifat, kuantitas, kualitas, dan posisinya.

Sehubungan dengan itu, dalam kaitannya dengan sastra, fenomenologi adalah suatu upaya bagi pencipta sastra untuk memahami sebuah peristiwa. Sedangkan bagi penikmat sastra adalah upaya untuk memahami karya sastra yang kemudian dihubungkan dengan suatu peristiwa, atau sebaliknya memahami suatu peristiwa untuk memahami sastra dan akhirnya proses-proses ini saling berkelindan.

Proses penciptaan sastra adalah suatu proses mempelajari kemudian memahami suatu peristiwa, seihngga pengetahuan tentang “the thing” dalam hal ini diartikan sebagai peristiwa tidak berangkat dari pikiran tentang dia, tetapi dari gejala yang menampakkan diri melalui hubungan, modalitas, sifat, kuantitas, kualitas, dan posisinya. Dalam maksim fenomenologi, hal ini disebut “to things themselves”.

Dari tradisi berpikir Yunani antik diketahui bahwa konsep-konsep senantiasa terkait dengan fenomena terjadinya “the thing”. Sehingga, yang disebut kesatuan antara kata-persitiwa-barang (the thingness) tidaklah terpisahkan. Kunci dari segalanya adalah adanya gejala “persetubuhan” antara unsur-unsur bumi-langit, kekal-fana ke dalam kesatuan.
 
B. Tahapan/Langkah
Selanjutnya, fenomenologi berangkat dari tiga tahapan. Tahap pertama disebut sebagai menarik diri surut (schritt zuruck) bukanlah melepaskan diri dari dunia, namun kembali menelusuri jejak-jejak yang ditinggalkan oleh setiap gejala “persetubuhan” dalam rangka membentuk perwujudan “the thing” yang ditangkap sebagai konsep (logos). Cara yang paling mudah adalah menelanjangi konsep-konsep yang terkait. Menarik diri juga berarti mengenali kembali beda dan samanya semua isi dunia dalam kaitannya dalam dengan keberadaan secara totalitas.

Sehubungan dengan itu, proses penciptaan sastra dapat dikaitkan dengan tahap fenomenologi menarik diri surut, sebab ketika mencipta sebuah sastra, sastrawan akan kembali menelusuri jejak-jejak yang oleh setiap peristiwa. Menarik diri dalam proses penciptaan sastra adalah upaya mendefinisikan kembali peristiwa yang ada, guna menghasilkan konsep tentang peristiwa melalui pemaknaan pada tiap peristiwa yang berkaitan. Tahap ini adalah tahap awal dari penciptaan karya sastra, di mana sastrawan mencari makna atau arti pada suatu peristiwa.

Tahapan kedua dalam fenomenologi adalah tahap mengingat akan. Fenomenologi mensyaratkan terjadinya rekonstruksi bagaimana suatu konsep terjadi. Langkah kedua ini juga mengenali dan mencermati apa yang disebut garis-batas yang membuat sesuatu terjadi menjadi barang pertunjukkan. Tanpa mengenali garis-batas ini sulit untuk membangun pengertian yang akhirnya disebut definisi. Sehingga garis-batas merupakan ciri-ciri suatu konsep sehingga dikenali pembeda dengan konsep lain.

Dalam proses penciptaan sastra, tahap mengingat akan, adalah tahap di mana sastrawan mulai menggabungkan berbagai peristiwa yang telah diartikan sesuai tafsir pengarang. Tahap ini menghasilkan ciri-ciri suatu peristiwa. Jika dalam bentuk cerita, maka tahap inilah yang menentukan ciri tokoh, peristiwa, latar dan karakter.

Tahap terakhir dalam fenomenologi adalah tahap kesadaran. Setelah segala yang berkaitan dengan elemen-elemen dan struktur bangun konsep dikenali melalui membongkarnya, akan terbangun suatu kesadaran non-refleksi mengenai perwujudan dan pembinaan konsep yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena pada dasarnya kita telah sampai pada pemahaman bagaimana sistem produksi konsep tersebut.

Dalam sebuah proses penciptaan karya sastra, proses kesadaran ini sulit dikenali. Karena proses ini hanya berupa rasa kepuasan pengarang setelah memahami suatu peristiwa dengan cara pandangnya. Karena pada hakikatnya proses penciptaan suatu karya sastra bukanlah sebuah proses untuk memahami peristiwa dalam arti kesadaran, melainkan sebuah proses untuk menarik diri dan mengingat akan. Proses kesadaran dapat terjadi ketika penikmat sastra melakukan proses menarik diri dan mengingat akan pada sebuah karya itu sendiri.

Saya lupa untuk referensi tulisan ini. Jika ada yang ingin ditanyakan silahkan tulis di kolom komentar.

2 komentar untuk "FENOMENOLOGI SASTRA: PENGERTIAN DAN LANGKAH"