Secara singkat prosa adalah karangan bebas, artinya tidak terikat seperti dalam penulisan puisi (bait dan rima). Menurut Hanum (2013:236) prosa adalah bentuk karangan bebas yang tidak terikat pada irama, larik, dan rima. Selain itu, prosa juga tidak terikat pada jumlah larik dalam satu bait, jumlah suku kata dalam satu larik, dan tidak terikat pada persajakan.
Adapun menurut Prihantini (2015:214) prosa adalah jenis karya sastra berupa karangan yang biasa digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide dengan bahasa yang sesuai seperti makna leksikalnya. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prosa adalah karya sastra berbentuk karangan bebas untuk mendeskripsikan fakta, ide, atau imajinasi dengan bahasa yang eksplisit dan mengandung unsur intrinsik.
Sejarah prosa pada pembahasan ini merupakan sejarah dari prosa di Nusantara dan di Indonesia. Karya berupa prosa sudah tercatat pada wilayah Nusantara, Indonesia, bahkan sejak masa kerajaan. Adapun sejarah prosa yang dibahas pada tulisan ini adalah sejarah sastra pada masa Nusantara dan Indonesia. Sejarah prosa, dikategorikan dalam periodesisasi tahun. Berikut adalah sejarah ringkas tentang prosa pada dua masa tersebut.
Angkatan ini adalah para sastrawan yang banyak menerbitkan karyanya melalui Balai Pustaka. Angkatan ini muncul pada kurun waktu sekitar 1920-an (akhir 1911 sampai awal 1930). Angkatan ini menguat pada tahun 1925-1935 dan melemah sekitar tahun 1940. Sastrawan pada periode Angkatan Balai Pustaka banyak menghasilkan roman. Ciri prosa pada angkatan ini bertemakan kedaerahan, adat yang tidak sesuai, atau perselisihan antara kaum muda dengan kamu tua.
Dinamakan Angkatan Balai Pustaka karena sastrawan pada masa itu menerbitkan karya-karyanya melalui penerbit yang bernama Balai Pustaka. Menurut (Saputra et al. 2021:3) Balai Pustaka diciptakan oleh Hindia-Belanda untuk membendung tulisan-tulisan yang memojokkan pemerintah Hindia-Belanda.
Sastrawan beserta karyanya yang termasuk dalam angkatan Balai Pustaka di antaranya sebagai berikut.
Angkatan Pujangga Baru adalah sebutan untuk para sastrawan yang menerbitkan karyanya pada tahun 1930-an. Angkatan Pujanggan Baru lahir pada tahun 1930, puncak kejayaan angkatan ini terjadi pada kurun waktu 1933-1940, hingga melemah pada tahun 1945. Seperti halnya periode Balai Pustaka, jenis prosa pada Pujangga Baru juga masih didominasi oleh roman. Prosa pada Angkatan 30-an beraliran romantik, dengan konflik kehidupan perkotaan, nasionalisme, sikap individu dengan sifat yang mendidik. Sastrawan pada periode ini dikatakan sebagai sastrawana yang intelek, nasionalis, dan orang-orang yang terpandang (elit).
Angkatan Pujangga Baru muncul dikarenakan banyaknya sensor yang dilakukan oleh penerbit Balai Pustaka terhadap tulisan pada masa itu. Karya-karya yang bertemakan nasionalisme atau yang memuat tentang kesadaran kebangsaan sulit, bahkan tidak diterbitkan.
3. Angkatan 45Angkatan 45 adalah sebutan untuk sastrawan yang menerbitkan karyanya sekitar tahun 1940. Angkatan 45 mendominasi karya di Indonesia pada tahun 1943 sampai 1953 sebelum akhirnya redup sekitar tahun 1955-an. Tidak seperti dua angkatan sebelumnya, pada Angkatan 45 jenis prosa yang banyak muncul adalah cerpen (cerita pendek).
Ciri karya sastra pada Angkatan 45 bersifat sinis, realistis, dan ironis. Jika dibandingkan dengan Angkatan Pujangga Baru, karya pada Angkatan 45 lebih realistik. Sifat karya sastra itu mencerminkan keadaan Bangsa Indonesia yang sedang menderita dan kesulitan akibat penjajahan yang dilakukan oleh Jepang. Akibat dari itu, banyak masalah yang diceritakan dalam karya sastra bertemakan gejolak sosial, gejolak politik, gejolak budaya, ketidakadilan, pelanggaran hak asasi, kemiskinan, dan pengalaman hidup pengarang.
Sastrawan 45 memiliki konsep seni bernama "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menegaskan bahwa sastrawan 45 ingin bekerja dengan bebas sesuai dengan kemerdekaan dan kesadaran hati nurani.
PENGARANG DAN
KARYANYA PADA ANGKATAN 45
|
Pengarang
|
Karya Sastra
|
Achdiat K. Mihardja
|
Atheis (1949)
|
Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil
Anwar
|
Tiga Menguak Takdir (1950)
|
Bakri Siregar
|
Tanda Bahagia (1944)
|
Chairil Anwar
|
Kerikil Tajam (1949) Deru Campur Debu (1949) Tugu Putih - drama (1950) Jejak Langkah (1953)
|
Idrus
|
Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948) Aki (1949) Perempuan dan Kebangsaan
|
Muhammad Balfas
|
Lingkaran-lingkaran Retak (1952) Tamu Malam - drama (1957)
|
Suman Hs.
|
Kasih Ta' Terlarai (1961) Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957) Pertjobaan Setia (1940)
|
Trisno Sumardjo
|
Katahati dan Perbuatan (1952)
|
Utuy Tatang Sontani
|
Suling - drama (1948) Tambera (1949) Awal dan Mira - drama satu babak (1962)
|
4. Angkatan 50
Angkatan 50 adalah panggilan untuk sastrawan yang menerbitkan karyanya sekitar tahun 1950. Angkatan 50 mulai dikenal dan menguat di Indonesia pada tahun 1955 sampai dengan tahun 1965, sebelum akhirnya melemah pada tahun 1970. Majalah sastra bernama Kisah yang dikelola oleh H.B. Jassin juga menjadi penanda munculnya Angkatan 50. Jenis prosa pada Angkatan 45 didominasi oleh cerpen (cerita pendek) dan puisi yang pada masa itu lebih familiar dengan istilah sajak.
Angkatan 50 memiliki ciri realistis, sinis, dan ironis ciri itu sama seperti ciri yang ada pada Angkatan 45. Beberapa masalah baru yang ada pada Angkatan 50 yakni karya sastra yang dihasilkan banyak memuat ideologi partai guna penyebaran ide yang dianut oleh partai yang mereka usung.
Setiap partai mempunyai wadah budayanya masing-masing, wadah budaya inillah yang dimanfaatkan oleh sastrawan untuk menyebarkan ideologi partai, salah satunya melalui karya sastra. Berikut adalah beberapa partai yang mendominasi pada masa itu beserta lembaga kebudayannya: partai Islam dengan Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia); Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dengan LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional); dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat).
Adapun masalah yang dibawa oleh Angkatan 50 berupa friksi politik, kehidupan pedesaan, dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, masih dijumpai karya yang memuat tentang protes terhadap kebijakan pemerintah Orde Lama.
PENGARANG DAN
KARYANYA PADA ANGKATAN 50
|
Pengarang
|
Karya Sastra
|
Ajip Rosidi
|
Tahun-tahun Kematian (1955)
Di Tengah Keluarga (1956) Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957) Cari Muatan (1959)
Pertemuan Kembali (1961)
|
Ali Akbar Navis (A.A. Navis)
|
Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955) Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963) Hujan Panas (1964) Kemarau (1967)
|
Bokor Hutasuhut
|
Datang Malam (1963)
|
Marius Ramis Dayoh
|
Putra Budiman (1951) Pahlawan Minahasa (1957)
|
Mochtar Lubis
|
Tak Ada Esok (1950) Jalan Tak Ada Ujung (1952) Tanah Gersang (1964) Si Djamal (1964)
|
Nugroho Notosusanto
|
Hujan Kepagian (1958) Tiga Kota (1959) Rasa Sajangé (1961)
|
Nurhayati Sri Hardini (Nh. Dini)
|
Dua Dunia (1950) Hati jang Damai (1960)
|
Purnawan Tjondronagaro
|
Mendarat Kembali (1962)
|
Pramoedya Ananta Toer
|
Kranji dan Bekasi Jatuh (1947) Bukan Pasar Malam (1951) Di Tepi Kali Bekasi (1951) Keluarga Gerilya (1951) Mereka yang Dilumpuhkan (1951) Perburuan (1950) Cerita dari Blora (1952) Gadis Pantai (1962-65) Tetralogi Buru
|
Ramadan Karta Hadimadja (Ramadhan K.H)
|
Priangan si Jelita (1956)
|
Sitor Situmorang
|
Dalam Sadjak (1950)
Djalan Mutiara - kumpulan tiga sandiwara (1954) Pertempuran dan Saldju di Paris (1956) Surat Kertas Hidjau - kumpulan sajak (1953)
Wadjah Tak Bernama - kumpulan sajak (1955)
|
Subagio Sastrowardojo
|
Simphoni (1957)
|
Toha Mochtar
|
Pulang (1958)
Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
Daerah Tak Bertuan (1963)
|
Toto Sudarto Bachtiar
|
Etsa – kumpulan sajak
(1956) Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)
|
Trisnojuwono
|
Angin Laut (1958)
Dimedan Perang (1962)
Laki-laki dan Mesiu (1951)
|
Willibrordus Surendra Broto Rendra (W.S. Rendra)
|
Balada Orang-Orang Tercinta (1957) Empat - kumpulan sajak (1961) Ia Sudah Bertualang (1963)
|
5. Angkatan 70
Angkatan 70 adalah sebutan untuk penulis yang muncul atau mnerbitkan karyanya sekitar tahun 1970. Angkatan 70 mulai menguat sekitar tahun 1970-an kemudian melemah pada tahun 1980-an. Dami N. Toda adalah tokoh yang memperkenalkan istilah Angkatan 70 melalui tulisannya yang berjudul “Peta Perpuisian Indonesia 1970-an dan Sketsa". Menurut Dami, Angkatan 70 diawali oleh Iwan Simatupang dengan karyanya yang berupa novel. Adapun jenis prosa yang mendominasi pada Angkatan 70 adalah novel dan drama.
Angkatan 70 memiliki ciri karya sastra yang surealisme, filsafat eksistensialisme dengan ciri absurdisme, dan sufistik. Adapun masalah yang diangkat dalam prosa Angkatan 70 berkisar tentang pandangan/sikap hidup (filsafat) dan gejolak kebudayaan.
PENGARANG DAN
KARYANYA PADA ANGKATAN 70
|
Pengarang
|
Karya Sastra
|
Abdul Hadi WM
|
Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
Meditasi (1976)
Tergantung Pada Angin (1977)
|
Chairul Harun
|
Warisan (1979)
|
Danarto
|
Godlob
|
Djamil Suherman
|
Perjalanan ke Akhirat (1962) Manifestasi (1963)
|
Goenawan Mohamad
|
Parikesit (1969)
Interlude (1971) Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin
Kundang (1972)
Seks, Sastra, dan Kita (1980)
|
Harijadi S. Hartowardojo
|
Perjanjian dengan Maut (1976)
|
Ismail Marahimin
|
Dan Perang Pun Usai (1979)
|
Iwan Simatupang
|
Ziarah (1968) Kering (1972) Merahnya Merah (1968) Keong (1975) RT Nol/RW Nol Tegak Lurus Dengan Langit
|
Kuntowijoyo
|
Khotbah di Atas Bukit (1976)
|
Leon Agusta
|
Catatan Putih (1975) Monumen Safari (1966) Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978) Hukla (1979)
|
M.A Salmoen
|
Masa Bergolak (1968)
|
Mahbub Djunaidi
|
Dari Hari ke Hari (1975)
|
Muhammad Balfas (M. Balfas)
|
Lingkaran-lingkaran Retak (1978)
|
Nasjah Djamin
|
Hilanglah si Anak Hilang (1963) Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)
|
Parakitri Tahi Simbolon
|
Ibu (1969)
|
Putu Wijaya
|
Bila Malam Bertambah Malam (1971)
Telegram (1973) Stasiun (1977) Pabrik Gres
Bom
|
Sapardi Djoko Damono
|
Dukamu Abadi (1969) Mata Pisau (1974)
|
Sutardji Calzoum Bachri
|
O
|
Taufik Ismail
|
Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
Tirani dan Benteng Buku Tamu Musim Perjuangan Sajak Ladang Jagung Kenalkan Saya Hewan
Puisi-puisi Langit
|
Titis Basino
|
Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
Lesbian (1976) Bukan Rumahku (1976) Pelabuhan Hati (1978)
|
Wildan Yatim
|
Pergolakan (1974)
|
Wisran Hadi
|
Empat Orang Melayu Jalan Lurus
|
C. Ciri Prosa
Prosa terdiri dari ciri umum dan ciri khusus. Pada bahasan ini hanya akan diuraikan tentang ciri umum prosa, adapun ciri khusus akan dibahas pada masing-masing jenis prosa. Berikut adalah ciri umum prosa
1) Bahasa prosa bersifat eksplisit
2) Menggunakan bahasa keseharian
3) Terdiri dari susunan kalimat yang membentuk suatu cerita
4) Penulisan kata, kalimat, dan paragraf tidak terikat oleh aturan tertentu
5) Memiliki variasi ritme yang lebih besar daripada puisi
6) Digunakan untuk menggambarkan fakta, ide, atau imajinasi
7) Dapat disampaikan dengan bentuk lisan atau tertulis
Sementara itu, menurut Prihantini (2015:215) ciri umum prosa adalah sebagai berikut:
1) Susunan paragraf berbentuk bebas
2) Tidak terikat oleh unsur bait, larik, atau rima
3) Memiliki unsur intrinsik
D. Jenis Prosa
Jenis prosa dapat dibedakan dalam beberapa kategori, yaitu jenis prosa berdasarkan sifat tulisan dan berdasarkan masa penulisan. Jenis prosa berdasarkan sifat tulisan dapat dibagi dua, yakni prosa fiksi dan nonfiksi. Adapun jenis prosa berdasarkan masa penulisan dapat dibagi dalam tiga jenis, yakni prosa lama, prosa baru, dan prosa modern. Berikut adalah uraian dari beberapa jenis prosa tersebut.
1. Jenis Prosa Berdasarkan Sifat Tulisan
a. Prosa Fiksi
Prosa fiksi atau yang disebut juga dengan teks narasi atau wacana narasi adalah jenis karya sastra hasil rekaan atau imajinasi pengarang tentang fenomena kehidupan yang menarik, kompleks, dan beragam (Gasong, 2019:45). Adapun contoh dari prosa fiksi adalah novel, novelet, cerpen, dan roman.
b. Prosa Nonfiksi
Prosa nonfiksi adalah suatu wacana yang disusun berdasarkan fakta. Jika di dalamnya terdapat tambahan dari pengarang, maka porsinya hanya sedikit. Kata prosa dalam KBBI (Kemdikbud 2020) diartikan sebagai karangan bebas (tidak terikat oleh kaidah yang terdapat dalam puisi).
Menurut (Cambridge University 2008) nonfiksi diartikan sebagai tulisan tentang peristiwa dan fakta nyata, bukan cerita yang direkayasa atau yang telah diciptakan. Sementara itu, menurut Farner dalam (Wikipedia 2021) nonfiksi adalah klasifikasi untuk setiap karya informatif (sering kali berupa cerita) yang pengarangnya dengan itikad baik bertanggung jawab atas kebenaran atau akurasi dari peristiwa, orang, dan/atau informasi yang disajikan
Adapun contoh dari prosa nonfiksi adalah cerita tentang kisah hidup seseorang dan cerita tentang sejarah. Adapun bentuknya dapat berupa biografi, autobiografi, memoar, novelet, novel, dan cerpen. Selama tulisan tersebut berdasarkan fakta dan data, maka dapat disebut sebagai prosa nonfiksi. Adapun yang perlu ditegaskan yakni, prosa berdasarkan pengertian dari KBBI merupakan bagian dari karya sastra.
2. Jenis Prosa Berdasarkan Masa Tulisan
a. Prosa Lama
Prosa lama adalah prosa yang mengungkapkan peristiwa dan kejadian masa lampau yang terdapat di lingkungan kehidupan kerajaan disertai dengan bubuhan fantasi dari pengarang (Hanum, 2013:237).
b. Prosa Baru
Prosa baru adalah prosa yang mengungkapkan peristiwa dalam realitas kehidupan melalui proses imajinasi pengarang.
c. Prosa Modern
Prosa modern adalah prosa baru. Sebagian orang menganggap bahwa prosa modern berbeda dengan prosa baru, padahal keduanya sama, tak ada yang berbeda. Jika dasar yang digunakan adalah pengertian bahwa prosa modern merupakan karangan yang telah mendapat pengaruh dari sastra atau budaya Barat. Dasar pemikiran demikian tidak kuat, sebab masyarakat Indonesia mengenal cerpen, novel, dan lainnya dari Barat. Sebelum itu, masyarakat Indonesia hanya mengenal sastra lama. Jadi, prosa modern adalah prosa baru.
E. Fungsi Prosa
Fungsi prosa dapat ditinjau dari berbagai sudut. Salah satunya adalah fungsi prosa dari segi penulis dan pembaca. Berikut adalah fungsi prosa.
1. Alat aktualisasi diri, prosa memiliki fungsi sebagai alat aktualisasi diri bagi penulis. Aktualisasi diri adalah suatu usaha berkelanjutan yang dilakukan oleh manusia untuk memenuhi tujuan tertentu.
2. Alat ekpresi diri, prosa membantu penulis dalam mengekspresikan dirinya secara lengkap dan bebas.
3. Meningkatkan perekonomian, prosa yang diterbitkan oleh penerbit memiliki royalti. Jika prosa dibeli dan dibaca banyak orang, maka penulis juga akan mendapatkan royalti sebesar 10-15% dari harga penjualan buku.
4. Alat perekam kebudayaan, prosa memiliki fungsi dalam merekam kebudayaan yang terjadi pada suatu zaman atau keadaan.
5. Menghibur diri, prosa bagi pembaca dijadikan sebagai alat untuk menghibur diri.
6. Penambah wawasan, seperti halnya bahan bacaan, prosa juga memiliki fungsi sebagai alat untuk menambah wawasan.
7. Pengembangan budi, prosa dapat membuat budi sesorang menjadi lembut dan bijak.
F. Contoh Prosa
Berikut adalah beberapa contoh prosa dari puisi, cerpen, dan novel dalam bentuk PDF. Jika karya yang dicantumkan tidak boleh dibaca secara gratis oleh publik tolong beritahu saya di kolom komentar atau lewat kontak di bawah.
1. Kumpulan Puisi
2. Kumpulan Cerpen
Perempuan Penggemar Keringat (2002)Aku, Dia dan Mereka (2017)
Posting Komentar untuk "PROSA (PENGERTIAN, SEJARAH, CIRI, JENIS, FUNGSI, DAN CONTOH) "