TES SUBJEKTIF/ESAI (METODE PENGOREKSIAN DAN ANALISIS SOAL)

A. Metode Pengoreksian Soal Bentuk Uraian
Untuk mengoreksi soal bentuk uraian menurut Arifin (2009:129) dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu metode per nomor (whole methode), metode per lembar (separated methode), dan metode bersilang (cross methode).

1. Metode per nomor. Di sini guru mengoreksi hasil jawaban peserta didik untuk setiap nomor. Misalnya, guru mengoreksi nomor satu untuk seluruh peserta didik, kemudian nomor dua untuk seluruh peserta didik, dan seterusnya. Kelebihannya adalah pemberian skor yang berbeda atas dua jawaban yang kualitasnya sama hampir tidak akan terjadi, sedangkan kelemahannya adalah pelaksanaannya terlalu berat dan memakan banyak waktu.

2. Metode per lembar. Di sini guru mengoreksi setiap lembar jawaban peserta didik mulai dari nomor satu sampai dengan nomor terakhir. Kelebihannya adalah relatif lebih murah dan tidak memakan banyak waktu, sedangkan kelemahannya adalah guru sering memberi skor berbeda atas dua jawaban yang sama kualitasnya, atau sebaliknya.

3. Metode bersilang. Guru mengoreksi jawaban peserta didik dengan jalan menukar hasil koreksi dari seorang korektor kepada korektor yang lain. Dengan kata lain, jika telah selesai dikoreksi oleh seorang korektor, lalu dikoreksi kembali oleh korektor lain. Kelebihannya adalah faktor subjektif dapat dikurangi, sedangkan kelemahannya adalah membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.

B. Analisis Soal Bentuk Uraian
Menurut Arifin (2009:132) ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis soal  bentuk uraian. Pertama, secara rasional, yang dilakukan sebelum tes digunakan/dicobakan seperti menggunakan kartu telaah
Contoh:
Nomor Soal
Perangkat:
No.
ASPEK YANG DITELAAH
Ya
Tidak
A. Materi
1
Soal sesuai dengan indikator.


2
Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan jelas.


3
Isi materi sesuai dengan tujuan tes.


4
Isi materi sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, dan kelas.


B. Konstruksi
5
Rumusan kalimat soal atau pertanyaan menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai.


6
Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.


7
Ada pedoman penskoran.


8
Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejensinya disajikan jelas dan tebaca.


C. Bahasa
9
Rumusan kalimat soal komunikatif.


10
Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.


11
Rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.


12
Tidak menggunakan bahas lokal/daerah.


13
Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.



Catatan:


Kedua, secara empiris yaitu menganalisis hasil ujian atau hasil ujicoba secara kuantitatif. Untuk itu ada dua hal yang harus dipelajari, yaitu daya pembeda soal dan tingkat kesukaran soal (difficulty index). 

1. Daya pembeda soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai (menguasai materi) dengan peserta didik yang kurang pandai (kurang/tidak menguasai materi). Indeks daya pembeda hanya biasanya dinyatakan dengan proporsi. Semakin tinggi proporsi itu, maka semakin baik soal tersebut membedakan antara peserta didik yang pandai dan kurang pandai. Untuk menguji daya pembeda (DP) ini, guru perlu menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menghitung jumlah skor total tiap peserta didik.
b. Mengurutkan skor total mulai dari skor terbesar sampai dengan skor terkecil.
c. Menetapkan kelompok atas dan kelompok bawah. Jika jumlah peserta didik banyak (di atas 30) dapat ditetapkan 27%.
d. Menghitung rata-rata skor untuk masing-masing kelompok (kelompok atas maupun kelompok bawah).
e. Menghitung daya pembeda soal dengan rumus:
f. Membandigkan daya pembeda dengan kriteria seperti berikut:
0,40 ke atas = sangat baik
0,30 – 0,39 = baik
0,20 – 0,29 = cukup, soal perlu perbaikan
0,19 ke bawah = kurang baik, soal harus dibuang

2. Tingkat kesukaran soal (difficulty index)
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan indeks. Indeks ini biasa dinyatakan dengan proporsi yang besarnya antara 0.00 – 1,00. Semakin besar indeks tingkat kesukaran berarti soal tersebut semakin mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran soal bentuk uraian, guru dapat menggunakan langkah-langkah berikut:
a. Menghitung rata-rata skor untuk tiap butir soal dengan rumus:

c. Membandingkan tingkat kesukaran dengan kriteria berikut:
0,00 – 0,30 = sukar
0,31 – 0,70 = sedang
0,71 – 1,00 = mudah

d. Membuat penafsiran tingkat kesukaran dengan cara membandingkan koefisien tingkat kesukaran (poin b) dengan kriteria (poin c).






Daftar Pustaka
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT. 
Remaja Rosdakarya.

Posting Komentar untuk "TES SUBJEKTIF/ESAI (METODE PENGOREKSIAN DAN ANALISIS SOAL)"